“Mimpi
adalah kunci,
untuk
kita menaklukkan dunia...”
Begitulah
sepenggal lirik lagu “Laskar Pelangi” yang sangat populer di kalangan masyarakat
pada pertengahan tahun 2008. Kala itu, saya masih berusia 10 tahun dan duduk di
kelas VI MIN Beron. Saya adalah salah satu siswa yang paling muda diantara 38
siswa di kelas dan juga sering bermimpi ketika di kelas. Salah satu guru bahkan
menjuluki saya sebagai “Bocah pemimpi”. Pada saat akan diwisuda, guru saya
memberikan nasihat kepada kami.
“Mimpi
itu boleh. Tapi yang tidak boleh itu kalau mimpi itu tidak dilakukan. Wujudkan
mimpi-mimpimu. Meskipun kalian tertatih-tatih dalam menggapainya. Jangan lupa
untuk mendo’akan orang tua kalian di rumah. Mereka akan senang melihat kalian
sukses di kemudian hari.” kata beliau dengan air mata yang mulai menetes di
sudut matanya.
*
Tahun 2018
bertepatan dengan 20 tahun karir saya selama di dunia ini. Suka maupun duka
telah saya lewati bersama orang-orang yang telah berjasa dalam hidup saya.
Mulai dari kecil hingga sekarangsebagai mahasiswa semester 6. Semoga Allah
membalas jasa mereka dengan surga-Nya. Amiin..
Sejak
SMP, saya mengira jika setelah lulus SMA atau aliyah, saya tidak akan kuliah.
Hal tersebut dikarenakan minat saya untuk belajar ilmu-ilmu umum seperti
Matematika, IPA, IPS, dan lain-lain sangat rendah. Sedangkan pada ilmu-ilmu
agama, saya sangat antusias. Selain itu, julukan sebagai Bocah Pemimpi semakin
melekat ketika SMP maupun aliyah Dari hal tersebut, saya pernah menuliskan
salah satu impian pada buku Biologi kelas VIII SMP.
“Ya
Allah, saya ingin mondok. Tapi nggak bayar. Jika diperkenankan untuk kuliah,
saya ingin kuliah dengan mondok. Tapi nggak bayar. Kasian Abah Ibuk nggak punya
uang. Amin..”
Mungkin
beberapa orang akan tertawa membaca do’a “polos” tersebut. Namun, saya meyakini
bahwa doa tersebut akan mustajabah di kemudian hari. Beberapa saat kemudian, mbak saya memberikan
berita jika ada salah satu kampus swasta di Surabaya terdapat beasiswa 100%.
Padahal pada saat itu, saya masih berangan-angan untuk kuliah di salah satu
perguruan tinggi negeri terkenal di Malang.
“Dek,
ini ada beasiswa. Dikasih laptop, tempatnya enak, dan ada asramanya. Kepingin
atau nggak? Gratis 100%”
“Aku
pingin kuliah di negeri mbak. Kalau di negeri nggak masuk, baru nyoba di
swasta. Gimana?”
“Coba
dulu. Barangkali diterima.”
Akhirnya,
saya memutuskan untuk mencoba peruntungan tersebut. Meskipun dengan berat hati
melepaskan peluang untuk kuliah di Malang. Singkat cerita, saya dinyatakan
lolos dan berhak menjadi mahasiswa di kampus tersebut. Abah dan Ibuk ketika
mendengar berita tersebut tersenyum bahagia memandang saya.
“ini
awal perjalananmu untuk menjadi orang hebat di negeri ini. Jadilah seorang guru
dan hafidz Al-Qur’an” kata Ibuk kala itu.
**
Dari
cerita singkat tersebut, saya menyimpulkan bahwa mimpi saya ketika SMP akhirnya
terwujud ketika lulus dari MAN. Hal tersebut merupakan hadiah dari Allah SWT.
Momentum tersebut mungkin adalah salah satu dari berjuta cara Allah agar saya
dan keluarga bersyukur atas nikmat yang telah diberikan kepada kami. Allah SWT
berfirman pada QS Ibrahim: 7.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklukan “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7)
Seiring
berjalannya waktu, perjalanan saya dan teman-teman seperjuangan akan mencapai
garis finish. Banyak pelajaran hidup yang telah dihadapi. Hingga salah
satu pertanyaan muncul pada salah satu pertemuan mata kuliah Kepribadian Guru
di semester 6.
“Kelak,
kalian mau jadi guru seperti apa?” Tanya Ustadz Zahri, Dosen pengampu mata
kuliah tersebut.
Sejenak
saya berpikir. Bahkan hingga mengingat bagaimana guru saya pada zaman dahulu. Ada
guru yang baik, suka cerita, kreatif, dan bahkan ada juga yang (maaf) sering
menghukum siswa daripada menasihati siswa. Selain itu, ada salah satu guru MAN yang
sangat menginspirasi saya dan para alumni. Beliau mengajar matematika. dengan
mengaitkannya dengan Islam dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, beliau juga
sering mengajar di luar kelas. Seperti di lapangan, masjid, dan lain
sebagainya. Salah satu nasihat yang masih kami ingat adalah
“Bermimpilah
selagi kamu mampu!”
Salah
satu hal untuk mewujudkan itu semua adalah usaha dan doa. Usaha yang dilakukan
adalah membuat beberapa perencanaan jika sudah lulus dari kampus. Beberapa perencanaanya
adalah sebagai berikut:
***
2021: Salah
satu impian saya adalah ingin membesarkan sekolah yang berada di tanah
kelahiran saya. Yakni di Kec. Rengel Kab. Tuban. Baik di SMP sederajat maupun
di SMA sederajat. Selain itu, pada tahun 2021 saya berkeinginan untuk menjadi
seorang Hafidz 30 Juz dan menguasai beberapa kitab kuning. Ini adalah modal
yang besar sekaligus sebagai senjata utama ketika menjadi seorang guru yang
profesional. Abah saya pernah berkata ketika saya libur hari raya semester lalu.
“Jadikan
Al-Qur’an dan Hadist sebagai perdoman hidupmu!”
2022-2023: Insya
Allah saya juga akan menikah pada tahun tersebut. Selain itu, kami berusaha
untuk memiliki rumah dan usaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan. Salah satu
hal yang ingin dilakukan ketika sudah berumah tangga adalah membuat sekolah tahfidz
di sekitar kampung halaman. Sekolah ini ditujukan untuk anak-anak yang masih
bersekolah di SD, SMP, dan SMA sederajat. Harapannya adalah sekolah ini menjadi
tempat para tahfidz berprestasi di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, atau
bahkan Nasional. Amiin..
2024: Menjadi
wali kelas di sekolah yang saya singgahi kelak. Harapannya saya ingin
menjadikan siswa yang dulunya menganggap wali kelas sebagai momok menakutkan
atau sebagai “pajangan” pada struktur kelas menjadi seorang public figure
bagi siswa. Keinginan ini berkaca pada pengalaman saya selama menjadi siswa MI,
SMP, maupun MA yang mana mayoritas wali kelas hanya sebagai pelengkap tanda
tangan di rapor siswa.
2026: Insya
Allah saya meneruskan S-2 di luar negeri. Salah satu motivasi saya untuk kuliah
ke luar negeri adalah ingin membandingkan bagaimana pendidikan di luar negeri
dengan di Indonesia. Selain itu, saya juga ingin singgah ke beberapa sekolah di
luar negeri sebagai bahan refleksi untuk bisa mengelola sekolah di Indonesia.
2028-2033:
salah
satu tantangan terbesar di masa yang akan datang adalah menjadi kepala sekolah.
Motivasi saya untuk menjadi kepala sekolah adalah Abah. Abah dahulu pernah
menjabat menjadi kepala sekolah selama satu periode di SDN 1 Pilang,
Bojonegoro. Semangatnya untuk memperbaiki sekolah patut diacungi jempol. Sekolah
yang dahulu sebagai tempat menyeramkan diubah menjadi tempat yang menyenangkan
dengan acara-acara yang melibatkan siswa, guru, dan orangtua. Mayoritas
masyarakat di Pilang memanggil Abah dengan sebutan “Pak Guru”. Karena jasa Abah
yang tak terhingga di sekolah tersebut dan juga di lingkungan sekitar sekolah.
Pada
saat lebaran, Abah mengajak saya untuk berlebaran di Pilang. Saat bersilaturahim,
salah satu teman Abah berkata kepada saya.
“Sok
mben dadio guru ae koyo abahmu. Ben iso dadi wong sing bermanfaat nang dunia
karo akhirat. (Besok, kamu jadi guru aja seperti abahmu. Biar bisa jadi
orang yang bermanfaat di dunia dan akhirat)”
2033: Menjadi
pengawas sekolah di Kementrian Agama kota atau Dinas Pendidikan kota. Saya ingin
mengikuti langkah guru saya, Pak Masrukin. Beliau pernah berkata jika pengawas
sekolah di Indonesia masih kurang berkualitas. Beliau juga berpesan untuk para
alumni untuk benar-benar serius untuk kuliah agar kelak bisa mengubah wajah
pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.
Dari
beberapa perencanaan di atas, semoga semuanya bisa terwujud. Perbanyak usaha
dan berdoa. Salah satu teman aliyah saya pernah berkata.
“Jika
usaha tidak dibarengi dengan berdoa maka akan sia-sia dan jika berdoa tidak
dibarengi dengan usaha maka akan sia-sia pula”.
.Salah
satu cerita nyata adalah ketika keinginan naik gunung Arjuno yang terkabulkan
pada 7 April 2018 lalu. Selama SMP maupun aliyah, saya seringkali melewati rute
Pasuruan-Malang. Dalam batin saya sering mengatakan, “kapan aku bisa naik ke
puncak gunung itu?”. Ternyata, Allah mengabulkan keinginan saya tersebut. Subhanallah.
Surabaya, 13 April 2018
09:55 WIB
Comments
Post a Comment